Banyak orang sukses Indonesia, tetapi sebagian besar dari mereka meniti dengan berjuang keras untuk sukses, berikut saya tampilkan, semoga bermanfaat dan menginspirasi
Andrie Wongso
Andrie Wongso adalah motivator
asal Indonesia, yang
lebih dari 20 tahun berkiprah sebagai pengusaha sukses. Kemauannya untuk
berbagi semangat, pengalaman dan kebijaksanaan, dengan gaya bahasa yang
sederhana tetapi full power
kepada begitu banyak orang, membuat dirinya menyatakan diri sebagai The Best Motivator atau Motivator No.
1 Indonesia.
Kegemaran
Andrie
Wongso merangkai kata
mutiara membuahkan hasil manis. Setelah sempat sukses di bisnis
kartu ucapan lewat bendera Harvest, berbekal keterampilan yang sama,
saat ini, Andrie mendulang sukses sebagai motivator.Pemilik PT Harvindo Perkasa,
pemegang merek Harvest, adalah Andrie
Wongso. Pria 57 tahun ini mengaku, di masa jayanya, produksi
kartu Harvest bisa sampai 10 juta lembar semusim.
Pada
tahun 1985, Andrie memulai bisnis kartu ucapan dari nol. Bermodal duit tabungan
pribadi, dia membuat kartu ucapan di atas kertas kecil. Kertas yang semula
berfungsi sebagai pembatas buku tersebut ia tulisi kata-kata mutiara
karangannya sendiri.Andrie menawarkan kartunya ke sejumlah toko di Jakarta.
Tapi, tidak mudah memasarkan produk yang masih dianggap remeh itu. Banyak toko
menolaknya. Untung, akhirnya, ada toko di Pasar Pagi, Mangga Dua, yang bersedia
menerima produknya. Saat itu, produk bermerek Harvest tersebut ia jual seharga
Rp 100 per lembar.Tak disangka, kartu tersebut mendapat sambutan positif dari
pasar dan cepat menjadi tren di kalangan anak muda. Roda bisnis Andrie pun
makin kencang berputar. Produk Harvest mulai masuk ke toko-toko besar. Saking
banyaknya penggemar, Andrie sampai mendirikan Harvest Fans Club, wadah bagi
para pecinta produk ini.
Tapi,
sebelum sukses membesarkan Harvest di Indonesia, Andrie harus melalui jalan
hidup yang terjal. Pria asal Malang, Jawa Timur, ini tidak pernah lulus sekolah
dasar (SD). Sebab, SD Mandarin tempatnya belajar dulu ditutup ketika pecah
kerusuhan politik tahun 1965. Andrie yang berasal dari keluarga miskin tak
mampu pindah ke SD umum. Ia harus puas menghabiskan masa kecil dengan membantu
orang tuanya membuat aneka kue yang dititipkan di pasar.Berniat ingin sukses,
tahun 1974, Andrie merantau ke Ibukota dan bekerja sebagai penjual sabun
detergen keliling. Dia lalu berganti pekerjaan menjadi penjaga toko listrik di
Kenari Jaya, Jakarta Pusat. “Upah saya saat itu sekitar Rp 30.000 per bulan,”
kenangnya.
Tahun
1976, anak kedua dari tiga bersaudara ini mendirikan perguruan kungfu Hap Kun
Do. Ini bukan kebetulan. Andrie memang memiliki kecakapan ilmu bela diri yang
ia pelajari secara autodidak sejak kanak-kanak. Uang hasil mengajar kungfu ia
kumpulkan untuk mewujudkan cita-citanya menjadi bintang film kungfu.Cita-cita
Andrie itu tercapai. Pada tahun 1980–1982, dia dikontrak oleh perusahaan Eterna
Film, Hongkong. Cuma, kariernya sebagai bintang film tak menjanjikan. Ia tidak
pernah menjadi pemeran utama. Dia hanya bisa puas lantaran cita-cita masa kecil
tercapai.Andrie lantas memutuskan kembali ke Indonesia. Ia kembali mengelola
perguruan kungfu. Di tengah aktivitas mengajar ini, bapak tiga anak ini sering
menuangkan hobi menulis kata-kata mutiara yang ia ambil dari kisah hidupnya.
Kumpulan kata-kata mutiara itulah yang kemudian memberi inspirasi untuk
berbisnis kartu ucapan.
Namun,
torehan manis Harvest tak langgeng. Ketika Indonesia terkena krisis moneter
pada 1998, Andrie merasakan bisnis kartu ucapannya mulai porak-poranda. Namun,
bukan cuma faktor ekonomi biang keladi satu-satunya.Sejak 2000, saat penggunaan
telepon seluler (ponsel) mulai marak, bisnis kartu ucapan memang makin
terpuruk. Alhasil, sejak 10 tahun silam, bisnis kartu ucapan Harvest mulai
meredup. Kini, produk Harvest yang tersisa tinggal kertas isi ulang
(looseleaf), kertas kado, dan tas sekolah anak. Namun, Andrie tetap menghadapi
kondisi tersebut secara bijak dan pantang menyerah.Andrie lantas mengalihkan
bisnisnya ke bidang motivasi. Kebetulan, sejak menggarap Harvest, dia kerap
diundang menjadi pembicara untuk membagikan kisah hidupnya. Lama-lama, namanya mulai
dikenal sebagai motivator.
Basrizal Koto
Basrizal Koto adalah pengusaha sukses asal Sumatera
Barat, Indonesia. Basrizal atau yang biasa dipanggil Basko sukses berbisnis di banyak
bidang, antara lain: media, percetakan, pertambangan, peternakan, perhotelan,
dan properti.
Basko
lahir di Kampung Ladang, Pariaman dari pasangan Ali Absyar dan Djaninar. Masa
kecilnya sangatlah getir, dimana Basko sempat merasakan hanya makan sehari
sekali, di mana untuk makan sehari-hari saja sang ibu harus meminjam beras ke
tetangga. Ayahnya hanyalah bekerja sebagai buruh tani yang mengolah gabah.
Karena susahnya hidup, ia ditinggal ayahnya yang pergi merantau ke Riau.
Ketabahan sang ibu yang dipanggilnya amak
dalam menghadapi kehidupan selalu membekas dihatinya.
Meski
sempat bersekolah hingga kelas lima SD, Basko akhirnya berkesimpulan bahwa
kemiskinan harus dilawan bukan untuk dinikmati. Atas seizin ibunya, diapun
memilih pergi merantau ke Riau dibanding melanjutkan sekolah. Sebelum
berangkat, ibunya berpesan agar menerapkan 3 K dalam hidup, yaitu pandai-pandai
berkomunikasi, manfaatkan peluang dan kesempatan, serta bekerjalah dengan
komitmen tinggi. 3 K itulah yang dia terapkan dalam berbisnis. Hal pertama yang
dilakukannya di perantauan adalah datang ke terminal setelah subuh untuk
mencari pekerjaan menjadi kernet. Berkat kemampuannya berkomunikasi, maka hari
pertama dia sudah bisa membantu sopir oplet. Saat pertama jadi kernet,
siang-malam dia bekerja hingga memungkinkan untuk menyewa rumah kontrakan guna
menampung keluarga.
Basko
yang panjang akal dan visioner mengawali usahanya dengan berjualan pete. Meski
tidak punya uang tetapi dengan modal kepercayaan, pete yang belum dibayar
dibawanya ke restoran Padang dan dijual dengan selisih harga yang lebih
tinggi. Perjalanan hidupnya penuh warna dan keinginan untuk terus mengubah
nasib mengantarnya menjajal berbagai macam profesi mulai dari kernet, sopir,
pemborong, tukang jahit hingga akhirnya menjadi diler mobil.
Kemahirannya
berkomunikasi, membangun jaringan, menepati janji, dan menjaga kepercayaan
akhirnya membawanya sukses menaklukan kemiskinan, membangun kerajaan bisnis,
dan menciptakan lapangan kerja. Jumlah perusahaan yang dikelolanya kini
mencapai 15 perusahaan dan sejak 2006 dia juga terjun ke bisnis penambangan
batu bara di Riau, menyediakan jasa TV kabel dan Internet di Sumatra.
Beberapa
perusahaan yang masuk dalam MCB Group miliknya adalah PT Basko Minang Plaza
(pusat belanja), PT Cerya Riau Mandiri Printing (CRMP) (percetakan), PT Cerya
Zico Utama (properti), PT Bastara Jaya Muda (tambang batubara), PT Riau Agro
Mandiri (penggemukan, impor dan ekspor ternak), PT Riau Agro Mandiri Perkasa
(pembibitan, pengalengan daging), PT Indonesian Mesh Network (TV kabel dan
Internet), dan PT Best Western Hotel dan saat ini berubah nama menjadi Premier Basko Hotel Padang.
Dia juga punya anak. Premier Basko Hotel Padang sebuah hotel bintang lima
terdiri dari 180 kamar yang beroperasi di Padang,
Sumatera Barat. Saat ini proyek yang sedang berjalan seiring dengan
perkembangan kota Pekanbaru Riau adalah Green City Riau
Superblock yang berada di jantung pusat Kota Pekanbaru berdiri di lahan seluas
2 Hektar dengan konsep Superblock dimana terdiri dari 7 Lantai Pusat Perbelanjaan dan 3
Tower masing- masing Tower Apartemen, Tower Condotel / Condominium Hotel dan 1
Tower Perkantoran.
Tommy Winata
Tommy Winata (lahir dengan nama Oei Suat Hong di Pontianak, Kalimantan Barat, 23 Juli 1958; umur 54 tahun), atau sering dikenal dengan inisial TW, adalah seorang pengusaha Indonesia keturunan Tionghoa yang merupakan pemilik Grup Artha Graha. Usahanya terutama bergerak dalam bidang perbankan, tekstil dan konstruksi. Ia seringkali didesas desuskan mempunyai kaitan dengan bisnis hitam dan ilegal.Grup Artha Graha miliknya didirikan dengan dukungan dari TNI (dahulu ABRI), melalui beberapa kawan dekatnya seperti Eddy Sudradjat ( dahulu KSAD, sekarang Ketua Umum partai PKPI ).Ia termasuk "taipan" yang ditakuti karena di belakangnya konon berdiri tokoh-tokoh militer. Suginato Kusuma atau lebih dikenal sebagai Aguan juga adalah mitra Tomy dalam Grup Artha Graha.
Melalui
Bank Artha Graha, Tommy menyelesaikan proyek SCBD termasuk gedung bursa saham
Jakarta. Selain itu Tommy mempunyai andil dalam pembangungan Bukit Golf
Mediterania, Kelapa Gading Square, The City Resorts, Mangga Dua Square, Pacific
Place, Discovery Mall Bali, Borobudur Hotel, The Capital Residence, Apartemen
Kusuma Candra, Ancol Mansion, The Mansion at Kemang, Mall Artha Gading, Senayan
Golf Residence.
Pada
tahun 1976 ketika ia masih duduk dibangku STM, ia
mulai memproduksikan hasil karyanya sendiri, dengan berbekal satu mesin
jahit. Selepas lulus STM ia berkeinginan untuk melanjutkan
studinya di Itenas, karena
mengetahui bahwa kondisi ekonomi org tuanya yang tidak mampu membiayainya maka
ia memendam keinginannya untuk kuliah.Sekarang ini Tommy sedang merintis
perkembangan bibit unggul padi yang diharapkan dapat meningkatkan produksi padi
nasional Indonesia. Melalui PT Sumber Alam Sutera, Tomy bekerja sama dengan Guo
Hao Seed Industries Co. Ltd. dari China untuk bersama2 mengembangkan bibit
hybrid yang dapat meningkatkan produksi padi menjadi 5-8 ton/hektar.
Prof. Rhenald Kasali Ph.d
Seorang Rhenald, Guru Besar Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, harus melalui masa kecil dalam kondisi perekonomian
keluarga sangat terbatas. Ia terbiasa berangkat sekolah sejak pukul setengah
lima pagi untuk berlari-lari mengejar bis karena jarak rumah dan sekolah yang
lumayan jauh. Ia juga pernah merasakan tak pernah bisa memakai sepatu sekolah baru, karena ibunya hanya sanggup
membelikannya sepatu bekas. Ia juga pernah mengalami pahitnya tinggal kelas
saat kelas lima SD. Namun semuanya tak mengurungkan niatnya yang sangat besar
untuk terus sekolah. Hingga Ia mampu menamatkan SMA-nya. Berbekal uang sepuluh
ribu rupiah, ia nekat membeli formulir pendaftaran masuk perguruan tinggi. Saat
diterima di UI, ia harus dihadapkan pada kesulitan bayar biaya kuliah. Dan ia
harus bekerja keras untuk bisa membiayai sendiri kuliahnya serta berburu
beasiswa. Minatnya tak berhenti saat ia mampu meraih gelar sarjananya. Ia
kemudian berburu berbagai beasiswa untuk bisa meneruskan kuliah S2 dan S3 di
Amerika Serikat. Dan tentu saja beragam kisah dan pengalaman unik mengiringi
perjuangannya hingga ia mampu meraih gelar doktor di University of Illinois,
Amerika Serikat.
Prof. Azyumardi Azra
Prof.
Azyumardi Azra, mantan Rektor Universitas Islam Negeri (dulu IAIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta. Azyumardi yang besar di Padang ini, berayahkan seorang
tukang kayu dan batu, dengan ibu seorang guru agama. Ia dekat dengan segala
keterbatasan ekonomi. Namun visi dan misi yang besar terhadap pendidikan dari
orang tuanya, mendorong Ia turut menggandrungi dunia sekolah. Ia bisa membaca
sebelum sekolah, karena gemar memelototi nama bis yang lewat di jalan raya
dekat rumahnya. Saat SMP dan SMA, ia harus rela membawa bekal lauk pauk untuk
makan seminggu dari rumah ke kos karena keterbatasan uang dari orang tuanya. Ia
juga mau bekerja serabutan di bengkel mobil, hingga jadi tukang jahit di
sela-sela sekolahnya, untuk menambah uang saku.
Dan kerja kerasnya terus berlanjut saat ia harus
membiayai sendiri kuliahnya di Jakarta. Lulus menggondol ijazah S1, ia langsung
memantapkan niat untuk melanjutkan ke S2 dan S3. Serupa seperti Rhenald, Ia
rajin berburu beasiswa ke luar negeri dan sponsor dalam negeri untuk mendukung
upayanya. Perjuangan keras dan berbagai kisah unik pun mengiringi perjalanan
hidupnya saat ia diterima kuliah di Columbia University Amerika Serikat dan
sekaligus harus menghidupi istrinya hingga meraih gelar doktor.
Prof. Yohannes Surya
Beratnya hidup untuk bisa sekolah tinggi mungkin
untuk keluar dari kemiskinan, juga dipikul oleh Profesor Yohannes Surya. Rektor
Universitas Multimedia Nusantara sekaligus pakar ilmu fisika ini, sejak kecil
sudah harus terbiasa bangun pukul 3 pagi untuk membantu sang ibu membuat kue
dagangan. Ketertarikannya yang besar pada fisika, mata pelajaran momok bagi kebanyakan
anak sekolah, justru menjadi kunci keberhasilannya kemudian. Saat lulus SMA, ia
harus memutar otak untuk menyiasati biaya kuliahnya. Ia bersaing dengan banyak
orang untuk masuk perguruan tinggi melalui PMDK, dan ia memilih jurusan yang
paling sedikit diminati yaitu fisika. Klop sudah, perhitungannya benar dan ia
melenggang masuk Universitas Indonesia. Tinggal kemudian ia harus berpikir
keras untuk mencari uang untuk biaya kuliah. Dan kegemarannya pada fisika
lagi-lagi menolongnya. Ia memanfaatkan kepintarannya untuk memberi les privat
fisika pada anak-anak SMA serta membuat buku tentang fisika, di samping berburu
beasiswa.
Dan seperti dua koleganya di atas, penggagas dan ketua
tim Olimpiade Fisika Indonesia ini pun juga sudah mewacanakan untuk bisa
melanjutkan kuliah hingga S3 sejak jauh-jauh hari. Ia memiliki moto hidup
Mestakung, atau Semesta Mendukung. Dan Mestakung inilah yang membuatnya mantap
membuat paspor meski belum mendapatkan beasiswa di luar negeri. Dan saat mendapat beasiswa kuliah di Physics Dept. College of William and Mary,
Amerika Serikat,walaupun dengan
kemampuan bahasa Inggris pas-pasan namun mampu ia dapat meraih gelar doktor dengan predikat Summa Cum
Laude.
Prof. Dr.
Florentinus Gregorius Winarno
Prof. Dr. Florentinus Gregorius Winarno, Lahir di
Klaten, 15 Februari 1938 ,seorang ahli ilmu dan teknologi pangan sekaligus
doktor lulusan University of Massachusetts yang juga guru besar Institut
Pertanian Bogor. Kiprah Winarno lebih banyak di almamaternya, IPB Bogor dan
Departemen Pertanian.
Banyak jalan menuju Roma, hal
ini lah yang diyakini Winarno, seorang anak yang lahir dari keluarga miskin.
Ayahnya seorang informan polisi yang tidak lulus SD dan ibunya seorang tukang
pijat yang buta huruf. Masa sekolah dan kuliah Winarno identik dengan
perjuangan keras, dari urusan biaya, fasilitas untuk bersekolah, hingga
transfortasi yang cukup jauh. Satu prinsip kuat yang ia yakini saat itu adalah,
kalau pintar pasti bisa berhasil. Maka ia pun memompa semangatnya untuk bisa
meraih nilai tertinggi. Untuk urusan kuliah, ia menemukan taktik untuk bisa
memperoleh sekolah gratis. Dari seluruh perjuangannya, Winarno kini sudah
meraih gelar professor untuk bidang ilmu dan teknologi pangan. Di usianya yang
sudah berkepala tujuh, ia masih aktif sebagai Rektor di Universitas Katolik
Atmajaya, Jakarta.
Kemauan untuk berubah, menurut Winarno, merupakan
kunci menghadapi masa depan. Perubahan teknologi dan bisnis saat ini memasuki
kategori turbulensi. Turbulensi mengancam kemapanan universitas. Turbulensi
menumbuhkan iklim persaingan, sehingga berubah merupakan kunci kemenangan era
modern.