Goa Seplawan terletak di Desa
Donorejo, Kecamatan Kaligesing dengan jarak tempuh + 20 km ke arah Timur
dari pusat kota Purworejo dengan ketinggian 700 m dpl sehingga udaranya
sangat sejuk. Goa ini memiliki ciri khusus berupa ornamen yang terdapat
di dalam goa, antara lain staklatit, staklamit, flowstone, helekit,
soda straw, gower dam dan dinding-dindingnya berornamen seperti kerangka
ikan. Panjang Goa Seplawan + 700 m dengan cabang-cabang goa sekitar
150-300 m dan berdiameter 15 m. Goa alam yang sangat menakjubkan ini
menjadi semakin terkenal dengan diketemukannya arca emas Dewa Syiwa dan
Dewi seberat 1,5 kg pada tanggal 28 Agustus 1979 yang sekarang arca
tersebut disimpan di Museum Nasional Jakarta.
Tempat lain yang juga terkait dengan
sejarah Kabupaten Purworejo adalah Goa Seplawan, yang berada di wilayah
Desa Donorejo, Kecamatan Kaligesing. Goa ini menjadi istimewa karena
disebut-sebut dalam Prasasti Kayu Arahiwang. Dalam prasasti itu dengan
jelas disebutkan bahwa salah satu tempat yang harus dijaga karena
kesuciannya adalah Goa Seplawan.
Dan agaknya hal itu memang benar. Karena
saat pertama kali ditemukan pada tanggal 28 Agustus 1979, di dalam
salah satu lorong goa ditemukan sebuah arca sepasang dewa dewi yang
terbuat dari emas murni. Keberadaan patung sepasang dewa dewi yang tak
lain adalah Dewa Syiwa dan Dewi Parwati ( seberat 1,5 kg ) tersebut,
menunjukkan kalau Goa Seplawan sebelumnya dijadikan sebagai tempat
pemujaan.
Patung itu kemudian dibawa ke Jakarta
dan disimpan di Musium Nasional Jakarta. Sebagai gantinya pemerintah
membuatkan replika patung itu tepat di depan mulut goa. Tujuannya adalah
untuk mengingatkan kepada para pengunjung bahwa goa ini pada dasarnya
adalah tempat suci yang disakralkan oleh masyarakat pada zaman dulu.
Selain sakral, goa ini juga memiliki keindahan yang sangat luar biasa.
Hamparan stalaktit dan stalagnit di setiap lorong goa, menciptakan kesan
tersendiri bagi para pengunjung goa. Tak hanya itu gemericik air yang
menetes dari bebatuan penyusun goa mampu menenangkan hati siapapun yang
masuk ke dalamnya.
Goa ini memiliki panjang + 700 meter
dengan cabang-cabang goa sekitar 150 – 300 meter dan berdiameter 15
meter. Sehingga untuk masuk ke dalam goa, pengunjung harus menyusuri
anak tangga menurun yang cukup melalahkan. Yang mana rasa lelah itu akan
segera hilang begitu mulai memasuki mulut goa. Sebab dari mulut goa itu
saja keindahan ukiran batu di dalam goa sudah terlihat jelas.
Makanya tak heran kalau pengunjung betah
berlama-lama tinggal di dalam goa tersebut. Bahkan terkadang ada orang
yang sengaja masuk dan tinggal selama beberapa hari di dalam goa untuk
melakukan ritual. Dan hal ini bisa diketahui dari aroma hioswa dan
minyak wangi yang menyeruak dari salah satu ruangan di dalam gua
tersebut. Karena agaknya ruangan tersebut memang kerap dipakai untuk
menggelar ritual.
Ritual di dalam goa itu sebenarnya
adalah rangkaian dari ritual yang biasa dilakukan di Candi Gondoarum
yang berada tidak jauh dari Goa Seplawan. Candi Gondoarum sendiri saat
ini nyaris tak berbentuk lagi. Yang tersisa hanyalah bekas-bekas pondasi
dasar candi, yang sepintas terlihat mirip batu biasa yang berserakan.
Hanya saja yang membedakan adalah, adanya beberapa guratan ukiran pada
beberapa sisi batu yang bila dirangkai bisa saling berhubungan.
“ Candi ini diduga lebih tua dari pada
Candi Borobudur. Dan disebut Gondoarum karena waktu lingga yoninya
diangkat, keluar semerbak bau harum. Sehingga sampai sekarang tidak ada
orang yang berani berbuat jelek di tempat ini. “
Letak lingga yoni itu sendiri tepat di
samping candi, dan sekarang telah dibuatkan satu cungkup sederhana untuk
melindunginya. Sebenarnya pihak museum berniat mengamankan benda itu.
Namun sepertinya “ penunggu “nya tidak mengijinkan. Sehingga sampai
sekarang batu yang merupakan simbol penyatuan kehidupan tersebut tetap
dibiarkan di tempat semula