Kesenian
Cekok Mondhol merupakan kesenian tradisional kerakyatan yang bernuansa
keagamaan Islam. Kesenian ini tumbuh dan berkembang di Desa Ngasinan
Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo dan sekitarnya. Letak desa ini di
daerah pegunungan, perbatasan Kabupaten Purworejo dengan Kabupaten
Wonosobo. Berawal dari ide sekelompok pemuda desa, komunitas pengajian
untuk membentuk grup kesenian yang bisa dijadikan hiburan sekaligus
tuntunan. Gerak, lagu dan syairnya serta musik iringannya hasil adaptasi
dari kesenian yang ada di daerah Magelang yaitu Kubro Siswo yang
kemudian dimodifikasi dengan hasil kreativitas para pemuda setempat,
dipelopori oleh pemuda yang bernama Purwadi sekitar tahun 1970-an.
”Cekok”
adalah istilah Jawa yang memiliki arti memasukkan jamu atau obat ke
mulut yang berguna untuk kesehatan tubuh. ”Mondhol” juga istilah Jawa
yang artinya bungkusan kain yang diikat. Relevan dengan syair lagu yang
berisi nasehat keagamaan Islam, hidup bernegara dan bermasyarakat, maka
harapannya nasehat yang diberikan tersebut disimpan untuk dijadikan
tuntunan hidup, hal ini dapat dilihat dari simbol yang ada pada kostum
tyaitu blangkon yang terdapat mondholannya.
Gerak
tarinya energik dengan dominasi gerak kaki. Ditarikan oleh kaum
laki-laki karena banyak hentakan kaki. Kostum yang dipakai adalah surjan
lengkap dengan celana komprang, kain batik, lontong, kamus (sabuk),
blangkon yang terdapat mondholannya. Alat musiknya terdiri dari
kenthongan sejumlah 3 buah, ketipung sejumlah 4
buah yang terbentuk dalam 1 set, bedhug sejumlah 1 buah dan tamborin
sejumlah 1 buah. Kesenian ini sering ditampilkan pada acara-acara yang
diselenggarakan oleh desa setempat dan sekitarnya, juga orang yang punya
hajatan dan pada festival kesenian rakyat.