Masjid
Santren Bagelen terletak di dusun Santren Desa Bagelen Kecamatan
Bagelen Kabupaten Purworejo terletak di pinggir sebelah timur sungai
Bogowonto. Masjid ini telah dipugar dikembalikan ke bentuk aslinya pada tahun 2001 oleh Pemerintah Kabupaten Purworejo dengan biaya APBD tahun 2001.
Sejarah :
Daerah Bagelen telah dihuni jauh sebelum masa Islam. Hal ini dibuktikan dari temuan artefak yang berupa stupa, lingga dan yoni. Pada
masa Kerajaan Pajang, Bagelen telah mengakui Sultan Hadiwijaya sebagai
rajanya dan kemungkinan pengaruh Islam telah masuk wilayah Bagelen.
Daerah Bagelen pada waktu itu dipimpin oleh mantri Pamajegan yang pada
saat-saat tertentu menyerahkan pajaknya kepada raja Pajang.
Ketika
pusat pemerintahan Kerajaan Islam bergeser ke Mataram dibawah
Panembahan Senopati, daerah Bagelen tampaknya mempunyai peranan khusus.
Kerajaan Mataram mencapai puncak kejayaannya semasa pemerintahan Sultan
Agung ( 1613-1645 ). Diceritakan pada masa tersebut Kyai Baidlowi sebagai tetua daerah Bagelen membantu
Mataram dalam melawan Belanda. Sehingga untuk jasa tersebut, oleh istri
Sultan Agung beliau dihadiahi masjid dengan arsitek Kasan Muhammad
Shuufi.
Masjid
Santren Bagelen adalah masjid yang dapat dikatagorikan sebagai cagar
budaya. Hal ini disebabkan oleh latar belakang sejarah yang berkaitan
dengan Raja Mataram yaitu Sultan Agung. Sekaligus masjid ini menjadi
masjid tertua di wilayah Bagelen.
Tafsir
sejarah yang menunjuk pada prasasti-prasasti yang ada menunjukkan bahwa
masjid ini didirikan atas perintah istri Sultan Agung Raja Mataram yang
terkenal. Sedangkan perintah istri Sultan Agung tersebut dimaksudkan
untuk memberi hadiah atas jasa-jasa Kyai Baidlowi. Kaitan dengan Sultan
Agung tersebut diperkuat dengan adanya angka tahun 1618 pada salah satu
makam yang merupakan masa pemerintaan Sultan Agung. Angka tahun ini
menjadikan Masjid Santren Bagelen sebagai masjid tertua di wilayah
Bagelen.
Dengan adanya masjid di wilayah Bagelen menunjukkan bahwa sebaran
agama Islam pada masa Sultan Agung antara lain telah mencapai daerah
Bagelen. Selanjutnya daerah Bagelen pada masa Mataram merupakan daerah
“Negoro Agung“ yang merupakan daearah di luar wilayah ibu kota. Sehingga Bagelen adalah pertahanan terakhir Mataram sebelum ibu kota.
Pandangan
ini diperkuat dengan adanya sungai Bogowonto yang melewati Bagelen.
Dengan demikian Bagelen memiliki nilai strategis militer bagi kerajaan
Mataram.
Posisi
Bagelen sebagai wilayah terluar kerajaan Mataram berlanjut sampai masa
perang Diponegoro. Berdasarkan uraian di atas dapat diartikan bahwa
secara umum Bagelen pada masa Mataram menduduki peran yang sangat
strategis. Hadiah masjid oleh mataram mencerminkan bahwa kelestarian
pertahanan Mataram tergantung dari hubungan baiknya dengan Bagelen.
Masjid Santren Bagelen merupakan masjid tertua di wilayah Bagelen yang berarsitektur tradisional Jawa dengan
atap tajuk tumpang satu. Konstruksi kayu serta bentuk gonjo Masjid
Santren sama dengan yang ada di Masjid Menara Kudus dan masjid Kajoran
Klaten, sehingga kemungkinan ketiganya berasal dari masa yang sama. Di
sisi utara dan selatan terdapat sederet makam yang diberi cungkup
diantaranya terdapat makam-makam berprasasti.
Serambi
masjid terdiri dari dua ruang dan merupakan bangunan baru. Dan pada
ruang utama berbentuk bujur sangkar berukuran 10 x 10 m. lantai ruang
utama berketinggian 60 Cm dengan tegel warna hijau berukuran 20 cm x 20
cm.
Ruang
utama terdapat empat tiang soko guru berbentuk bulat berdiameter 40 cm
dan diantara deretan tembok pada ruang utama terdapat 12 buah soko rowo.
Pada salah satu soko rowo disebelah utara mihrab terdapat prasasti
berhuruf dan berbahasa Arab yang artinya : “ Masjid ini dibangun
dinegeri yang agung untuk leluhur yang sudah meninggal atas perintah
istri Sultan Mataram diberikan kepada ustadz Baidlowi dan sebenarnya
yang membuat masjid ini Khasan Muhammad Shuufi semoga dia mendapat ridha
Allah yang berupa nikmat dunia dan akhirat dan ditetapkan imannya.”
Ruang mihrab terdapat pada dinding sisi barat berupa relung berukuran 1,40 m x 1,80 m.
Alat-alat perlengkapan masjid diantaranya :
1. Mimbar disisi barat ruang utama berukuran 155 cm, lebar 80 cm dan tinggi 225 cm.
2. Bedug dan kentongan di ruang emperan sisi selatan.
3. Bedug berukuran panjang 125 cm dengan diameter 67 cm. Kentongan berukuran panjang 9 cm dengan diameter 18 cm.
Bangunan
lain berupa makam di sebelah utara, barat dan selatan bangunan masjid.
Kelompok makam bercungkup di sebelah utara masjid dua diantaranya
terdapat prasasti pada batu nisannya yakni pada makam R.K.H. Chasan
Moekibad adalah merupakan anak syeik ustadz Baidlowi terdapat prasasti
berhuruf dan berbahasa Arab artinya : “ Bagi kamu dan bagimu telah
diampuni oleh Allah dalam tahun 1028” pada nisan kaki (selatan) terdapat
tulisan arab yang artinya : “Haji Ahmad Baidlowi“.
Tahun
1028 H pada nisan tersebut dijadikan angka tahun masehi sama dengan
tahun 1618 M. Sedangkan nisan kepala (utara) Makam R.A. Chasan Moekibat
terdapat tulisan Arab artinya :
“ Bagi kami dan bagimu telah diampuni oleh Allah 1771 ” apabila angka tahun ini dijadikan angka tahun masehi sama dengan 1757 M.
Pemugaran
Masjid Santren Bagelen ini sebagai contoh salah satu kegiatan pemugaran
yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Purworejo pada tahun 2001
telah mengacu pada Undang-Undang No. 5 tahun 1992 dan PP. Nomor 10 taun 1993.