Pengolahan Logam (Metalurgi). Aplikasi
pengetahuan dan teknologi dalam pengolahan bijih sampai menjadi logam
dinamakan metalurgi. Proses ini melibatkan tahap pengolahan awal atau
pemekatan, reduksi bijih logam menjadi logam bebas, dan pemurnian logam
(lihat Gambar 4.9).
Gambar 4.9 Proses ekstraksi dan daur ulang logam
1. Pengolahan awal (pemekatan)
Bijih logam yang masih mengandung pengotor dihancurkan dan digiling hingga terbentuk partikel-partikel berukuran kecil. Material yang tidak diperlukan dikeluarkan dengan cara magnetik atau metode pengapungan (flotasi) hingga terbentuk bijih murni.
Bijih logam yang masih mengandung pengotor dihancurkan dan digiling hingga terbentuk partikel-partikel berukuran kecil. Material yang tidak diperlukan dikeluarkan dengan cara magnetik atau metode pengapungan (flotasi) hingga terbentuk bijih murni.
2. Pengeringan dan pembakaran
Bijih murni dikeringkan dan dilebur (direduksi). Proses reduksi dalam industri logam disebut peleburan (melting). Pada proses tersebut bijih murni direduksi dari oksidanya menjadi logam bebas.
Bijih murni dikeringkan dan dilebur (direduksi). Proses reduksi dalam industri logam disebut peleburan (melting). Pada proses tersebut bijih murni direduksi dari oksidanya menjadi logam bebas.
3. Pemurnian
Logam yang diperoleh pada tahap pengeringan dan pembakaran masih mengandung pengotor sehingga perlu dilakukan pemurnian. Beberapa metode pemurnian di antaranya elektrolisis (nikel dan tembaga), distilasi (seng dan raksa), dan peleburan ulang (besi).
Logam yang diperoleh pada tahap pengeringan dan pembakaran masih mengandung pengotor sehingga perlu dilakukan pemurnian. Beberapa metode pemurnian di antaranya elektrolisis (nikel dan tembaga), distilasi (seng dan raksa), dan peleburan ulang (besi).
1. Pirometalurgi Besi
Sejumlah besar proses metalurgi menggunakan suhu tinggi untuk mengubah bijih logam menjadi logam bebas dengan cara reduksi. Penggunaan kalor untuk proses reduksi disebut pirometalurgi. Pirometalurgi diterapkan dalam pengolahan bijih besi. Reduksi besi oksida dilakukan dalam tanur sembur (blast furnace), yang merupakan reaktor kimia dan beroperasi secara terus-menerus (Gambar 4.10). Campuran material (bijih besi, kokas, dan kapur) dimasukkan ke dalam tanur melalui puncak tanur. Kokas berperan sebagai bahan bakar dan sebagai reduktor. Batu kapur berfungsi sebagai sumber oksida untuk mengikat pengotor yang bersifat asam. Udara panas yang mengandung oksigen disemburkan ke dalam tanur dari bagian bawah untuk membakar kokas. Di dalam tanur, oksigen bereaksi dengan kokas membentuk gas CO.
Sejumlah besar proses metalurgi menggunakan suhu tinggi untuk mengubah bijih logam menjadi logam bebas dengan cara reduksi. Penggunaan kalor untuk proses reduksi disebut pirometalurgi. Pirometalurgi diterapkan dalam pengolahan bijih besi. Reduksi besi oksida dilakukan dalam tanur sembur (blast furnace), yang merupakan reaktor kimia dan beroperasi secara terus-menerus (Gambar 4.10). Campuran material (bijih besi, kokas, dan kapur) dimasukkan ke dalam tanur melalui puncak tanur. Kokas berperan sebagai bahan bakar dan sebagai reduktor. Batu kapur berfungsi sebagai sumber oksida untuk mengikat pengotor yang bersifat asam. Udara panas yang mengandung oksigen disemburkan ke dalam tanur dari bagian bawah untuk membakar kokas. Di dalam tanur, oksigen bereaksi dengan kokas membentuk gas CO.
2C(s) + O2(g) → 2CO(g) ΔH = –221 kJ
Reaksinya melepaskan kalor hingga suhu
tanur sekitar 2.300°C. Udara panas juga mengandung uap air yang turut
masuk ke dalam tanur dan bereaksi dengan kokas membentuk gas CO dan gas H2.
C(s) + H2O(g) → CO(g) + H2(g) ΔH = +131 kJ
Reaksi kokas dan oksigen bersifat
eksoterm, kalor yang dilepaskan dipakai untuk memanaskan tanur,
sedangkan reaksi dengan uap air bersifat endoterm. Oleh karena itu, uap
air berguna untuk mengendalikan suhu tanur agar tidak terlalu tinggi (
1.900°C). Pada bagian atas tanur ( 1.000°C), bijih besi direduksi oleh
gas CO dan H2 (hasil reaksi udara panas dan kokas) membentuk besi tuang. Persamaan reaksinya:
Fe3O4(s) + 4CO(g) → 3Fe(l) + 4CO2(g) ΔH = –15 kJ
Fe3O4(s) + 4H2(g) → 3Fe(l) + 4H2O(g) ΔH = +150 kJ
Fe3O4(s) + 4H2(g) → 3Fe(l) + 4H2O(g) ΔH = +150 kJ
Batu kapur yang ditambahkan ke dalam
tanur, pada 1.000oC terurai menjadi kapur tohor. Kapur ini bekerja
mereduksi pengotor yang ada dalam bijih besi, seperti pasir atau oksida
fosfor.
CaCO3(s)⎯Δ⎯→CaO(l) + CO2(g)
CaO(l) + SiO2(l) →CaSiO3(l)
CaO(l) + P2O5(l) →Ca3(PO4)2(l)
CaO(l) + SiO2(l) →CaSiO3(l)
CaO(l) + P2O5(l) →Ca3(PO4)2(l)
Gas CO2 yang dihasilkan dari penguraian batu kapur pada bagian bawah tanur (sekitar 1.900°C) direduksi oleh kokas membentuk gas CO.
Persamaan reaksinya:
CO2(g) + C(s) → CO(g) ΔH = +173 kJ
Oleh karena bersifat endoterm, panas di
sekitarnya diserap hingga mencapai suhu ± 1.500°C. Besi tuang hasil
olahan berkumpul di bagian dasar tanur, bersama-sama terak (pengotor).
Oleh karena terak lebih ringan dari besi tuang, terak mengapung di atas
besi tuang dan mudah dipisahkan, juga dapat melindungi besi tuang dari
oksidasi (lihat Gambar 4.11).
Gambar 4.11 Besi tuang dari tanur sembur dipindahkan ke tungku basic oksigen dijadikan baja karbon.
a. Pembuatan Baja
Baja merupakan paduan (alloi) yang digolongkan sebagai baja karbon (kandungan karbon di atas 1,5%) yang mengandung logam lain, seperti Cr, Co, Mn, dan Mo. Sifat-sifat mekanik baja ditentukan oleh komposisi kimianya. Pengolahan besi dari bijihnya merupakan proses reduksi. Akan tetapi, pengubahan besi menjadi baja merupakan proses oksidasi untuk mengeluarkan pengotor. Oksidasi besi dilakukan dengan berbagai cara, tetapi dua cara umum yang biasa digunakan pada pembuatan baja adalah proses perapian terbuka (open hearth) dan proses essemer (basic oxygen).
Baja merupakan paduan (alloi) yang digolongkan sebagai baja karbon (kandungan karbon di atas 1,5%) yang mengandung logam lain, seperti Cr, Co, Mn, dan Mo. Sifat-sifat mekanik baja ditentukan oleh komposisi kimianya. Pengolahan besi dari bijihnya merupakan proses reduksi. Akan tetapi, pengubahan besi menjadi baja merupakan proses oksidasi untuk mengeluarkan pengotor. Oksidasi besi dilakukan dengan berbagai cara, tetapi dua cara umum yang biasa digunakan pada pembuatan baja adalah proses perapian terbuka (open hearth) dan proses essemer (basic oxygen).
1) Proses Bessemer
Gambar 4.12 Skema reaktor Bessemer
Pada proses ini, besi cair hasil dari
tanur sembur dimasukkan ke dalam reaktor silinder. Udara panas
disemburkan dari lubang-lubang pipa untuk mengoksidasi karbon dan zat
pengotor yang masih tersisa. Persamaannya:
C(s) + O2(g)⎯Δ⎯→CO2(g)
Si(l) + O2(g) ⎯Δ⎯→SiO2(l)
2Fe(l) + O2(g)⎯Δ⎯→2FeO(l)
Si(l) + O2(g) ⎯Δ⎯→SiO2(l)
2Fe(l) + O2(g)⎯Δ⎯→2FeO(l)
Untuk mereduksi kembali FeO yang turut teroksidasi, ditambahkan logam mangan. Reaksi yang terjadi:
Mn(l) + FeO(l) ⎯Δ⎯→ (Fe–MnO)( l)
feromangan
feromangan
Baja jenis feromangan mutunya kurang
baik dan harganya relatif murah. Baja feromangan biasanya dipakai untuk
membuat kerangka beton bangunan, pipa ledeng, dan kawat pagar.
2) Proses Perapian Terbuka
Pada proses perapian terbuka digunakan reaktor serupa mangkuk yang memuat sekitar 100–200 ton besi cair. Untuk menjaga besi tetap cair maka atap wadah dibentuk cembung agar dapat memantulkan kalor ke arah permukaan besi cair. Semburan udara panas mengandung oksigen dilewatkan melalui permukaan besi dan bereaksi dengan pengotor. Si dan Mn dioksidasi pertama kali menjadi terak, diikuti oleh oksidasi karbon menjadi CO yang menimbulkan agitasi dan busa di atas mangkuk.
Pada proses perapian terbuka digunakan reaktor serupa mangkuk yang memuat sekitar 100–200 ton besi cair. Untuk menjaga besi tetap cair maka atap wadah dibentuk cembung agar dapat memantulkan kalor ke arah permukaan besi cair. Semburan udara panas mengandung oksigen dilewatkan melalui permukaan besi dan bereaksi dengan pengotor. Si dan Mn dioksidasi pertama kali menjadi terak, diikuti oleh oksidasi karbon menjadi CO yang menimbulkan agitasi dan busa di atas mangkuk.
Oksidasi termal karbon meningkatkan suhu
dalam mangkuk yang menyebabkan fluks batu kapur terkalsinasi
menghasilkan kapur tohor yang mengambang di atas lelehan. Kapur ini
bergabung dengan fosfat, sulfat, silikat, dan pengotor lain. Kalsinasi
adalah proses pemanasan di bawah titik leleh zat untuk menghilangkan
pengotor.
b. Tahap Penghalusan Baja Karbon
Tahap penghalusan melibatkan oksidasi karbon dan pengotor secara terus-menerus. Pengotor seperti Mn, P, dan Si bereaksi dengan oksigen membentuk oksida, dan direaksikan kembali dengan suatu fluks. Jenis fluks bergantung pada pengotor. Jika pengotor adalah mangan (basa) maka fluks yang bersifat asam ditambahkan (silika).
Tahap penghalusan melibatkan oksidasi karbon dan pengotor secara terus-menerus. Pengotor seperti Mn, P, dan Si bereaksi dengan oksigen membentuk oksida, dan direaksikan kembali dengan suatu fluks. Jenis fluks bergantung pada pengotor. Jika pengotor adalah mangan (basa) maka fluks yang bersifat asam ditambahkan (silika).
MnO(s) + SiO2(s) ⎯Δ⎯→ MnSiO3(l)
Jika pengotor silikon atau fosfor (asam) maka fluks yang bersifat basa ditambahkan (CaO atau MgO):
SiO2(s) + MgO(s) ⎯Δ⎯→ MgSiO3(l)
P4O10(s) + 6CaO(s) ⎯Δ⎯→ 2Ca3(PO4)2(l)
P4O10(s) + 6CaO(s) ⎯Δ⎯→ 2Ca3(PO4)2(l)
Sebelum dikeluarkan dari tanur, logam
lain, seperti Co, Cr, Ni, V, atau W dapat ditambahkan pada baja agar
menghasilkan paduan yang memiliki sifat-sifat tertentu.
2. Metalurgi Tembaga
Langkah-langkah pada pengolahan tembaga tidak berbeda dengan pengolahan besi, melibatkan tiga tahap, yaitu pemekatan, proses reduksi, dan pemurnian.
Langkah-langkah pada pengolahan tembaga tidak berbeda dengan pengolahan besi, melibatkan tiga tahap, yaitu pemekatan, proses reduksi, dan pemurnian.
a. Tahap Pemekatan
Proses pemekatan tembaga dari bijihnya dilakukan dengan cara pengapungan (flotasi), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.14. Pada proses ini, bijih dihancurkan menjadi serbuk, kemudian dicampurkan dengan zat pengapung, dan udara dialirkan hingga berbusa. Zat pengapung berupa surfaktan (memiliki ujung polar dan nonpolar), misalnya saponin. Partikel-partikel yang terbasahi oleh air seperti pengotor berada di dasar tanki. Adapun partikel yang tidak terbasahi menempel pada busa dan mengapung di atas permukaan tanki.
Proses pemekatan tembaga dari bijihnya dilakukan dengan cara pengapungan (flotasi), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.14. Pada proses ini, bijih dihancurkan menjadi serbuk, kemudian dicampurkan dengan zat pengapung, dan udara dialirkan hingga berbusa. Zat pengapung berupa surfaktan (memiliki ujung polar dan nonpolar), misalnya saponin. Partikel-partikel yang terbasahi oleh air seperti pengotor berada di dasar tanki. Adapun partikel yang tidak terbasahi menempel pada busa dan mengapung di atas permukaan tanki.
Gambar 4.14 Proses pemekatan dengan cara Flotasi
b. Proses Reduksi
Setelah bijih tembaga dipekatkan (tembaga sulfida), kemudian direduksi dengan cara pemangggangan. Reaksi yang terjadi:
Setelah bijih tembaga dipekatkan (tembaga sulfida), kemudian direduksi dengan cara pemangggangan. Reaksi yang terjadi:
2CuS(s) + 3O2(g) → 2CuO(s) + 2SO2(g)
Pemanggangan bersifat eksoterm sehingga
setelah pemanggangan dimulai tidak perlu ditambahkan panas lagi. Untuk
memperoleh logam tembaga dilakukan dengan cara reduksi tembaga oksida
dengan karbon sebagai reduktor:
CuO(s) + C(s) ⎯Δ⎯→ Cu(g) + CO(g)
Uap logam tembaga meninggalkan reaktor
dan terkondensasi menjadi cair, yang selanjutnya memadat. Hidrogen dan
logam aktif, seperti natrium, magnesium, dan aluminium juga digunakan
sebagai reduktor jika karbon yang dipakai tidak cocok. Hasil reduksi
pada tahap ini dinamakan tembaga blister yang kemurniannya mencapai 98%.
Untuk kebutuhan penghantar listrik, tembaga harus dimurnikan melalui
elektrolisis (Gambar 4.15).
Gambar 4.15 Pemurnian tembaga menggunakan elektrolisis.
c. Pemurnian
Pemurnian tembaga dilakukan melalui elektrolisis. Logam tembaga yang akan dimurnikan ditempatkan sebagai anode, dan lempeng tembaga murni ditempatkan sebagai katode, wadah elektrolisis diisi tembaga(II) sulfat.
Pemurnian tembaga dilakukan melalui elektrolisis. Logam tembaga yang akan dimurnikan ditempatkan sebagai anode, dan lempeng tembaga murni ditempatkan sebagai katode, wadah elektrolisis diisi tembaga(II) sulfat.
Contoh Pengotor dalam Proses Pemurnian Tembaga
Logam nikel adalah salah satu pengotor
pada bijih tembaga. Apa yang terjadi dengan nikel jika logam tembaga
dimurnikan secara elektrolisis?
Jawab:
Untuk menjawab pertanyaan tersebut harus diketahui potensial elektrode standar.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut harus diketahui potensial elektrode standar.
Ni2+(aq) + 2e → Ni(s) Eo = –0,28 V
Cu2+(aq) + 2e → Cu(s) Eo = +0,34 V
Cu2+(aq) + 2e → Cu(s) Eo = +0,34 V
Oleh karena potensial reduksi standar
nikel lebih negatif dari tembaga, nikel tidak akan tereduksi. Nikel
tetap berada dalam larutan, sedangkan Cu2+ direduksi pada katode.
1 komentar:
Pemanggangan bersifat eksoterm sehingga setelah pemanggangan dimulai tidak perlu ditambahkan panas lagi. Untuk memperoleh logam tembaga dilakukan dengan cara reduksi tembaga oksida dengan karbon sebagai reduktor: jasa beli limbah jasa penulis artikel
Dear readers, after reading the Content please ask for advice and to provide constructive feedback Please Write Relevant Comment with Polite Language.Your comments inspired me to continue blogging. Your opinion much more valuable to me. Thank you.